Gambar diambil dari : http://artikelassunnah.blogspot.com |
Editor oleh : http://mutiara-hikmah.com/
I;tikaf mempunyai arti yang sangat dalm, baik dari segi makna maupun dari segi pengerjaannya. Pengertian I’tikaf secara bahasa adalah berdiam
diri / tetap di atas sesuatu. Sedangkan pengertian i’tikaf secara syari’ah
dalam agama islam berarti berdiam diri di dalam masjid sebagai salah satu dari
rangkaian ibadah yang sangat dianjurkan dan atau disunnahkan untuk dilaksanakan
/ dikerjakan oleh setiap orang pada setiap waktu setelah selesai shalat dan
akan lebih utama kemudian jika hal tersebut dilaksanakan dan atau dilakukan
pada bulan suci Ramadhan, serta lebih dikhususkan lagi pada sepuluh hari yang
terakhir sembari mengharap akan menemui datangnya malam Lailatul Qadr.
Dari segi hukumnya terdapat dua jenis iktikaf
yang disyariatkan yakni i’tikaf sunat dan i’tikaf wajib.
Iktikaf sunnah adalah i’tikaf yang dilakukan oleh
setiap hamba Allah secara sukarela / ikhlas semata – mata hanya untuk
mendekatkan diri dengan mengharapkan ridha Allah SWT Sbhanahu Wata’ala seperti
halnya iktikaf pada 10 hari akhir dibulan Ramadan.
Sedangkan Iktikaf wajib adalah i’tikaf yang
dilakukan oleh karena seorang hamba telah bernazar ( berjanji ) misal : “karena
sakit lantas berdo’a untuk memohon kesembuhan dengan nazar jikalau nantinya
Allah Subhanahu Wata’ala menyembuhkan penyakit tersebut , maka akan
melaksanakan i’tikaf selama sebulan penuh”
Waktu Iktikaf wajib adalah tergantung kepada
berapa lama janji untuk melaksanakan pada waktu bernazdar, sedangkan
untuk iktikaf sunnah adalah tidak terdapat adanya batasan waktu yang tertentu,
dengan kata lain kapan serta dimana saja baik dilaksanakan pada waktu malam
atau siang hari serta dalam waktu lama ataupun singkat.
Imam IbnulQayyim Rahimahullaah mengatakan
bahwasanya Kebaikan dari hati serta kelurusan hati dalam rangka berjalan
menempuh jalan Allah subhanahu Wata’ala adalah tergantung kepada totalitas
seseorang yang berbuat sesuatu hanya karena mengharap Ridha dari Allah
Subhanahu Wata’ala dan hal tersebut kemudian dibarengi dengan niat secara total
dengan tertuju hanya kepada Rahmat , Ampunan Dan Ridha Allah Subhanahu
Wata’ala.
Hati yang telah tercerai berai tidaklah mudah
untuk bisa disatukan kembali kecuali hanya dengan dan oleh mereka yang
melangkah menuju Allah Azza wa Jalla karena sesungguhnya Allaah Subhanahu
Wata’ala membatasi manusia itu dengan hatinya.
Berlebih – lebihan dalam rangka mengkonsumsi
makanan, minuman, serta pergaulan dengan manusia terlebih lagi kemudian
disertai dengan sebuah pembicaraan yang terlalu banyak menyimpang dari
kepentingan agama dan juga berlebihan dalam memberi jatah istirahat / tidur,
hanyalah akan menambah hati tercerai – beraian serta berserakan di setiap
tempat dan kemudian pada akhirnyaakan memutus jalan seseorang dari dan menuju
kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Atau dengan kata lain kemudian dapat melemahkan
dan merintangi serta juga menghentikan seseorang dari mendekatkan diri /
berhubungan kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Adanya Hidayah, Rahmat serta Ridha Allah
Subhanahu Wata’ala Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada setiap hamba –
hamba – Nya sedikit banyak menuntut adanya syari’at untuk melaksanakan puasa
kepada mereka yang hendak mendekatkan diri agar kiranya dapat kemudian
menyingkirkan segala ketamakan didalam hati serta gejolak dari hawa nafsu yang
dapat menjadi pintu penghalang dan atau perintang bagi setiap perjalanan menuju
kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Dia mensyari’atkan kepada setiap hamba Nya untuk
berpuasa sesuai dengan kemaslahatan setiap diri yang mana hal tersebut nantinya
akan dapat memberi suatu manfaat yang lebih kepada setiap hamba – hamba Nya
baik di dunia maupun kelak di akhirat, selain hal tersebut tidak akan
mencelakakan dirinya serta tidak juga memutuskan dirinya baik dari segi
kepentingan duniawi maupun ukhrawinya.
Allah Subhanahu Wata’ala juga memerintahkan untuk
beri’tikaf kepada mereka (setiap hamba-Nya) dengan maksud agar dapat memberikan
suatu keteguhan didalam hati setiap hamba hanya kepada Allah Subhanahu Wat’aala
semata disertai kemantapan dan kebulatan hanya kepada – Nya, berkholwat hanya
kepada – Nya, dan memutuskan setiap kegiatan yang ada pada mereka dari setiap
kesibukan dan atau perkara duniawi yang tidak bermanfaat serta lebih menyenangi
dengan hanya berdzikir menyibukkan diri mereka untuk beribadah kepada
Allah Subhanahu Wat’aala semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar